Kamis, 25 Februari 2016

UNTITLE













Saat kamu bekerja hanya berorientasi ke uang. Maka kamu tidak akan pernah puas dengan apa yang kamu terima. Tak usah kamu mengeluh, kerjakan, selesaikan.


Yang Bisa Aku Lakukan Adalah...........

Saat satu langkah kakiku, aku pijakkan di depan pintu rumahku. Saat itulah, aku merasa semua sorotan dan cibiran datang ke padaku. Satu persatu mulut dan mata mereka tidak bisa aku tutupi dengan kedua tanganku. Tanganku hanya mampu menutup kedua telingku. 

Tidak, tidak perlu aku tutupi.

Akan ku ajak mereka mentertawai cibiran mereka tentangku.

Aku sadari setiap orang memiliki karakter dan fungsi mereka masing-masing. Satu orang bisa menjadi trouble maker  kepada orang lain yang bahkan tidak tahu permasalahnnya. Satu orang pun bis menjadi victim dari trouble maker tersebut. Satu orang lain akan terhasut dengan trouble maker, satu orang lain bisa menjadi menengah trouble maker dengan victim. Ada pula orang yang hanya melihat bagaimana permasalahan itu berlangsung. Dan ada pula orang yang benar-benar peduli dengan apa yang terjadi.


Mereka punya fungsi mereka masing-masing, dan aku tidak menampiknya. 

Karna itu aku akan mentertawakan mereka yang mentertawakanku. 

Minggu, 14 Februari 2016

L U K A

Dengan langkah gontai, aku mengetuk pintu rumahku. Hingga ketukan ketiga tiada tanda-tanda seseorang datang untuk membukakan pintu. Akhirnya aku berteriak memanggil ibuku atau siapapun yang sekarang ada di dalam sana.

"Ibu....... Bu........" teriakku dengan suara melengking memekakkan telinga.

Terdengar suara langkah kaki sedikit berlari membukakan pintu untukku.
 
Dengan sedikit kesal aku bertanya kepada ibuku "Kemana saja sih bu? Aku udah lama nunggu di luar.

"Ibu lagi setrika baju kamu, Bapak, sama adek-adek kamu. Sewot banget sih putri ibu yang paling cantik setelah ibu." jawab ibuku.

"Capek bu, Jakarta ke sini kan jauh." jawabku melembut sambil menyalami tangan ibuku.

Setelah memasuki rumah yang sudah aku tinggal hampir enam bulan ini, Bapak dan Adik-adikku keluar dari kamar mereka masing-masing menyambut diriku. Tanpa pikir panjang langsung aku salami pula tangan Bapakku dan memeluk kedua adik ku. Rasa rinduku kepada adik-adikku sudah tak terbendung lagi.

"Kok lama sih kak sampenya?" Kini Bapakku mulai bertanya mengintrogasiku.

"Iya pak, tadi Pesawatnya delay terus nunggu bagasinya juga lama." jawabku lugas.

"Oh gitu, ya sudah makan sana, Ibu udah masak makanan kesukaan kamu." balas ibuku yang juga penasaran dengan keterlambatanku.

Usai melahap abis makanan yang ibuku sediakan khusus buatku. Aku langsung menuju kamarku.
Kuhempaskan tubuhku di atas kasur dan memeluk guling kesayangan yang bentuknya sudah tak karuan.

Pikiranku berputar-putar memikirkan apa yang aku dengar kemarin sebelum kepulanganku ke kampung halaman. Tak biasanya aku memikirkan hal seperti ini, benar-benar tidak memberikan manfaat yang berarti buatku. Tetapi tetap saja pikiran itu tak mau lenyap dari isi otakku.

Bosan dengan pikiranku yang tiada berhenti membuat kepalaku berdenyut dengan tempo musik country ballad. Aku berjalan menuju cermin kamarku yang ukurannya cukup untuk memantulkan diriku dari kepala hingga kaki.

Tak ada yang aneh dari diriku. Semua bentuk tubuhku lengkap dan tidak bermasalah sedikitpun.

Hanya saja, mengapa orang-orang di luar sana berbisik membicarakan aku di belakang sana. Apa yang salah?.

Bahkan orang yang dulunya adalah teman baikku pergi menjauh dariku. 

Kemarin tak sengaja aku dengar percakapan teman-teman kuliahku. Saat itu aku sedang berdiri di kantin menunggu antrian untuk memesan makan siangku hari itu. Tiba-tiba dua orang teman kuliahku duduk di bangku kantin yang disediakan jika kita ingin makan siang di sana.

Terdengar namaku disebut oleh salah seorang dari mereka. Tak kuasa aku menguping pembicaraan mereka. Ya, mereka benar-benar membicarakan aku.

"Kok bisa sih dia, sok kecantikan banget. Kan aku udah bilang ke Billy kalo dia tu suka ngadu ke dosen, terus ngerayu tu dosen juga. Sering jalan keluar sama dosen-dosen muda. Masih aja si Billy mau deket-deket sama dia." Shopie menanggapi ucapan dari Lydia.

"Ya tau sendirilah. Bertha kan suka pencitraan. Kemana-mana tebar pesona. Kaya pecun di Blok M." jawab Lydia.

Terkejut mendengar pembicaran mereka aku buru-buru pergi meninggalkan kantin. Dan aku juga terkejut mendapati mereka berdua ada di Kampus. Mereka berkata kepadaku tidak datang ke Kampus dikarnakan sudah tidak ada lagi mata kuliah dan UAS yang harus di jalani dan mereka akan mereka akan pergi berlibur bersama. Karna aku berencana pulang ke kampung halaman esok harinya.

Mereka teman baikku, tapi mengapa?

Entah sudah berapa lama aku berdiri di depan kaca, kakiku sudah terasa pegal. Akhirnya aku putuskan untuk beristirahat menginggat perjalananku yang melelahkan hari ini. Kepalaku sudah meminta berhenti untuk berpikir.

---

Esoknya ibuku memintaku untuk membantunya memasak. Karna kami sekeluarga terbiasa untuk sarapan pagi. Pagi ini ibuku memintaku untuk mengupas kulit kentang, yang nantinya mau disulap menjadi sambal kentang goreng oleh ibuku.

Bila dipertemukan, aku dan ibuku adalah partner yang sangat cocok. Seringkali kami tertawa terpingkal-pingkal hingga membangunkan kedua adikku yang masih terlelap. Kami hanya menceritakan apa saja yang bisa kami ceritakan, saling mengejek dan terkadang aku sering memeluk ibuku sambil memegang sendok penggorengan yang minyaknya menetes-netes ke lantai dapur. Dan kami tertawa.

Hingga tiba saatnya sarapan, semua berkumpul menikmati menu hari ini yang sungguh menggugah selera makan kami pagi ini. Begitu lahap menikmati masakan ibuku, ruang makan nyaris tak terdengar suara hanya suara sendok beradu dengan piring kaca.

Selepas sarapan aku mengangkat semua piring dan bermaksud mencucinya. Aku tuangkan sabun cair di busa pencuci piring, dan mencelupkannya di dalam wadah berisi sedikit air. 

Perih. Ujung jariku terasa perih. Langsung aku angkat tangaku dari wadah pencuci piring itu. Kulihat jari ku, ternyata ada luka tergores yang lumayan banyak di jariku dan noda cokelat bekas aku mengupas kulit kentang. 

Teringat pula luka yang digoreskan oleh temanku di hatiku. Tak terasa sama sekali mereka sedang menorehkan luka berkali kali di hatiku, tertutup oleh gelak tawa kebohongan. Sekarang luka itu perih, serupa dengan ujung jariku. 

PS : Cerita ini merupakan fiktif belaka, mohon maaf apabila terdapat kesamaan nama :)

Jumat, 12 Februari 2016

R A H A S I A

Di luar sana aku mendengar orang-orang menertawakanku.

Seringkali lisanku tidak berkata jujur. Pikiranku yang semberawut mempengaruhi olah kataku sehingga menghasilkan kalimat yang tidak sesuai dengan apa yang benar-benar sedang terjadi. Dan timbulah persepsi-persepsi tentang diriku yang disalah artikan oleh orang banyak.

Aku bukan seperti yang imajinasimu katakan. Imajinasi yang kamu bentuk sudah terpengaruh oleh bumbu "manis" pertemanan.

Masalahnya terbesar dari imajinasimu adalah kamu tidak benar-benar mencari tahu. Kamu hanya ingin menerima dan mengakui apa yang kamu yakini.

Memahami diri sendiri sangatlah susah. Butuh bertahun-tahun bagiku untuk mengenali diriku sendiri. Aku bahkan membuat daftar apa yang aku ketahui tentang diriku. Dan pada saat orang lain mengahkimiku, aku bisa mentertawakan mereka dan menyiratkan senyum manis di wajahku.

 Mengapa kamu tak mencoba mengenali dan memahami dirimu sendiri?

Dari ujung jari kaki sampai ujung ramput aku sangat mengenal diriku. Bagaimana caraku bertindak, bagaimana caraku berpikir, bagaimana caraku menata hidupku. Begitu pula bagaimana aku harus membatasi apa yang aku bisa sampaikan dan tidak bisa aku sampaikan.

Aku memiliki rahasia yang orang lain belum pernah tahu. Rahasia yang tidak pernah aku tutupi hanya tidak terlihat oleh kasat mata. Mengapa aku mengatakan bahwa ini rahasia?
Karna belum ada seorang pun yang mengetahui tentang rahasia ini

Aku adalah pribadi yang bisa membingungkan baik keluarga maupun temanku. Tak satupun dari mereka tau siapa aku sebenarnya. Asumsi mereka terhadapku sangatlah berbeda-beda. Tapi ini bukanlah rahasia. Rahasia sebenarnya akan kamu temukan saat kau benar-benar mencari tau siapa aku. Ada perjalanan panjang yang harus aku lalui hingga akhirnya aku bisa sampai pada tahap ini. Proses yang aku lalui banyak mengajarkanku arti kehidupan.


Jika kamu mengetahui rahasia ini, aku rasa senyum akan tersungging indah di wajahmu. 



DIA

Sudah setahun terkahir ini, aku merasakan seseorang hidup di tubuhku. Entah siapa dia.
Tetapi dia sangat menyita pikiranku. Dia begitu hidup, hingga aku sulit membedakan antara aku dengan dia.

Begitu banyak keputusan yang seharusnya aku putuskan sendiri, harus aku limpahkan ke ibuku. Dia seolah menentang semua keputusanku, selalu membingungkan dengan argumen-argumennya yang menyudutkanku. Semua hal yang dia lakukan membuatku gila.

Dia secara perlahan lahan mungkin akan melahapku hidup-hidup dan menyisakan kerangka tubuhku sehingga bisa dia gunakan, dan berpura-pura menjadi diriku. Menipu keluarga dan temanku.

Siapa dia? seperti apa dia? apa yang dia inginkan? Sampai kapan?

Dari seluruh pertanyaan yang ingin aku lontarkan, ada satu tanda tanya besar yang benar-benar bergolak di pikiranku. 

Mengapa?

Iya mengapa? Mengapa dia bisa hidup bersamaku. Mengapa?

Hidupku sudah terasa begitu berat semenjak dia ada. 

Sekarang, orang lain mungkin sudah menganggapku benar-benar gila.

Apa yang harus aku lakukan agar dia meninggalkan diriku. Aku tidak mau menjadi dia.

"Pergilah. Enyahlah dari pikiran serta tubuhku." aku berteriak memaki dia.

"Kau lupa? aku sudah membuatmu menjadi seperti ini. Orang-orang yang dulu menginjak-injakmu sekarang tunduk kepadamu. Dan kau masih menginginkan aku untuk pergi?" dia balas memakiku.

"Aku ingin menjadi diriku. Biarlah aku tak sekuat sekarang. Aku ingin diriku kembali utuh. Benar-benar utuh." jawabku memohon. Air mataku berlinang membasahi pipiku.

"Mengapa kau begitu keras kepala? Ingatlah kau dulu memanggilku meminta pertolongan. Sekarang kau memintaku pergi? Sunggu permintaan yang gila." 

Aku tersentak mendengar jawaban itu. 

PS : Ambo tau kau ndak gelak.