Minggu, 14 Februari 2016

L U K A

Dengan langkah gontai, aku mengetuk pintu rumahku. Hingga ketukan ketiga tiada tanda-tanda seseorang datang untuk membukakan pintu. Akhirnya aku berteriak memanggil ibuku atau siapapun yang sekarang ada di dalam sana.

"Ibu....... Bu........" teriakku dengan suara melengking memekakkan telinga.

Terdengar suara langkah kaki sedikit berlari membukakan pintu untukku.
 
Dengan sedikit kesal aku bertanya kepada ibuku "Kemana saja sih bu? Aku udah lama nunggu di luar.

"Ibu lagi setrika baju kamu, Bapak, sama adek-adek kamu. Sewot banget sih putri ibu yang paling cantik setelah ibu." jawab ibuku.

"Capek bu, Jakarta ke sini kan jauh." jawabku melembut sambil menyalami tangan ibuku.

Setelah memasuki rumah yang sudah aku tinggal hampir enam bulan ini, Bapak dan Adik-adikku keluar dari kamar mereka masing-masing menyambut diriku. Tanpa pikir panjang langsung aku salami pula tangan Bapakku dan memeluk kedua adik ku. Rasa rinduku kepada adik-adikku sudah tak terbendung lagi.

"Kok lama sih kak sampenya?" Kini Bapakku mulai bertanya mengintrogasiku.

"Iya pak, tadi Pesawatnya delay terus nunggu bagasinya juga lama." jawabku lugas.

"Oh gitu, ya sudah makan sana, Ibu udah masak makanan kesukaan kamu." balas ibuku yang juga penasaran dengan keterlambatanku.

Usai melahap abis makanan yang ibuku sediakan khusus buatku. Aku langsung menuju kamarku.
Kuhempaskan tubuhku di atas kasur dan memeluk guling kesayangan yang bentuknya sudah tak karuan.

Pikiranku berputar-putar memikirkan apa yang aku dengar kemarin sebelum kepulanganku ke kampung halaman. Tak biasanya aku memikirkan hal seperti ini, benar-benar tidak memberikan manfaat yang berarti buatku. Tetapi tetap saja pikiran itu tak mau lenyap dari isi otakku.

Bosan dengan pikiranku yang tiada berhenti membuat kepalaku berdenyut dengan tempo musik country ballad. Aku berjalan menuju cermin kamarku yang ukurannya cukup untuk memantulkan diriku dari kepala hingga kaki.

Tak ada yang aneh dari diriku. Semua bentuk tubuhku lengkap dan tidak bermasalah sedikitpun.

Hanya saja, mengapa orang-orang di luar sana berbisik membicarakan aku di belakang sana. Apa yang salah?.

Bahkan orang yang dulunya adalah teman baikku pergi menjauh dariku. 

Kemarin tak sengaja aku dengar percakapan teman-teman kuliahku. Saat itu aku sedang berdiri di kantin menunggu antrian untuk memesan makan siangku hari itu. Tiba-tiba dua orang teman kuliahku duduk di bangku kantin yang disediakan jika kita ingin makan siang di sana.

Terdengar namaku disebut oleh salah seorang dari mereka. Tak kuasa aku menguping pembicaraan mereka. Ya, mereka benar-benar membicarakan aku.

"Kok bisa sih dia, sok kecantikan banget. Kan aku udah bilang ke Billy kalo dia tu suka ngadu ke dosen, terus ngerayu tu dosen juga. Sering jalan keluar sama dosen-dosen muda. Masih aja si Billy mau deket-deket sama dia." Shopie menanggapi ucapan dari Lydia.

"Ya tau sendirilah. Bertha kan suka pencitraan. Kemana-mana tebar pesona. Kaya pecun di Blok M." jawab Lydia.

Terkejut mendengar pembicaran mereka aku buru-buru pergi meninggalkan kantin. Dan aku juga terkejut mendapati mereka berdua ada di Kampus. Mereka berkata kepadaku tidak datang ke Kampus dikarnakan sudah tidak ada lagi mata kuliah dan UAS yang harus di jalani dan mereka akan mereka akan pergi berlibur bersama. Karna aku berencana pulang ke kampung halaman esok harinya.

Mereka teman baikku, tapi mengapa?

Entah sudah berapa lama aku berdiri di depan kaca, kakiku sudah terasa pegal. Akhirnya aku putuskan untuk beristirahat menginggat perjalananku yang melelahkan hari ini. Kepalaku sudah meminta berhenti untuk berpikir.

---

Esoknya ibuku memintaku untuk membantunya memasak. Karna kami sekeluarga terbiasa untuk sarapan pagi. Pagi ini ibuku memintaku untuk mengupas kulit kentang, yang nantinya mau disulap menjadi sambal kentang goreng oleh ibuku.

Bila dipertemukan, aku dan ibuku adalah partner yang sangat cocok. Seringkali kami tertawa terpingkal-pingkal hingga membangunkan kedua adikku yang masih terlelap. Kami hanya menceritakan apa saja yang bisa kami ceritakan, saling mengejek dan terkadang aku sering memeluk ibuku sambil memegang sendok penggorengan yang minyaknya menetes-netes ke lantai dapur. Dan kami tertawa.

Hingga tiba saatnya sarapan, semua berkumpul menikmati menu hari ini yang sungguh menggugah selera makan kami pagi ini. Begitu lahap menikmati masakan ibuku, ruang makan nyaris tak terdengar suara hanya suara sendok beradu dengan piring kaca.

Selepas sarapan aku mengangkat semua piring dan bermaksud mencucinya. Aku tuangkan sabun cair di busa pencuci piring, dan mencelupkannya di dalam wadah berisi sedikit air. 

Perih. Ujung jariku terasa perih. Langsung aku angkat tangaku dari wadah pencuci piring itu. Kulihat jari ku, ternyata ada luka tergores yang lumayan banyak di jariku dan noda cokelat bekas aku mengupas kulit kentang. 

Teringat pula luka yang digoreskan oleh temanku di hatiku. Tak terasa sama sekali mereka sedang menorehkan luka berkali kali di hatiku, tertutup oleh gelak tawa kebohongan. Sekarang luka itu perih, serupa dengan ujung jariku. 

PS : Cerita ini merupakan fiktif belaka, mohon maaf apabila terdapat kesamaan nama :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar