Jumat, 12 Februari 2016

DIA

Sudah setahun terkahir ini, aku merasakan seseorang hidup di tubuhku. Entah siapa dia.
Tetapi dia sangat menyita pikiranku. Dia begitu hidup, hingga aku sulit membedakan antara aku dengan dia.

Begitu banyak keputusan yang seharusnya aku putuskan sendiri, harus aku limpahkan ke ibuku. Dia seolah menentang semua keputusanku, selalu membingungkan dengan argumen-argumennya yang menyudutkanku. Semua hal yang dia lakukan membuatku gila.

Dia secara perlahan lahan mungkin akan melahapku hidup-hidup dan menyisakan kerangka tubuhku sehingga bisa dia gunakan, dan berpura-pura menjadi diriku. Menipu keluarga dan temanku.

Siapa dia? seperti apa dia? apa yang dia inginkan? Sampai kapan?

Dari seluruh pertanyaan yang ingin aku lontarkan, ada satu tanda tanya besar yang benar-benar bergolak di pikiranku. 

Mengapa?

Iya mengapa? Mengapa dia bisa hidup bersamaku. Mengapa?

Hidupku sudah terasa begitu berat semenjak dia ada. 

Sekarang, orang lain mungkin sudah menganggapku benar-benar gila.

Apa yang harus aku lakukan agar dia meninggalkan diriku. Aku tidak mau menjadi dia.

"Pergilah. Enyahlah dari pikiran serta tubuhku." aku berteriak memaki dia.

"Kau lupa? aku sudah membuatmu menjadi seperti ini. Orang-orang yang dulu menginjak-injakmu sekarang tunduk kepadamu. Dan kau masih menginginkan aku untuk pergi?" dia balas memakiku.

"Aku ingin menjadi diriku. Biarlah aku tak sekuat sekarang. Aku ingin diriku kembali utuh. Benar-benar utuh." jawabku memohon. Air mataku berlinang membasahi pipiku.

"Mengapa kau begitu keras kepala? Ingatlah kau dulu memanggilku meminta pertolongan. Sekarang kau memintaku pergi? Sunggu permintaan yang gila." 

Aku tersentak mendengar jawaban itu. 

PS : Ambo tau kau ndak gelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar